Pengarang: Pidi Baiq
Penerbit: Pastel Books
Tebal: 348 halaman
"Katakan sekarang. Kalau kue kau anggap apa dirimu? Roti cokelat? Roti keju? Martabak? Kroket? Bakwan? Ayolah! Aku ingin memesannya, untuk malam ini, aku mau kamu."
Kali ini saya akan membicarakan mengenai Dilan, dia adalah Dilanku tahun 1990.
Sejak Maret 2015, saya sempat berniat membeli buku ini, saat itu saya masih tinggal di Depok. Namun niat itu gagal karena merasa belum menemukan 'klik' untuk memilikinya, belum ada feel gitu hehe. Baru akhirnya April 2016 saya mendadak merasa rindu dan penasaran menggebu untuk segera menyapa Dilan.
Saya menyelesaikan buku ini kemarin malam, dalam sekali duduk, kurang lebih empat jam waktu yang saya butuhkan untuk menamatkan rangkaian kata-kata ajaib khas Pidi Baiq. Itupun sudah diselingi dengan imagi romantis dan geli yang saya biarkan berkelana mengikuti perjalanan Dilan dan Milea.
Dilan dan Milea, itu nama kedua tokoh utama yang ada dalam buku ini. Setelah beberapa lama absen dari membaca novel hasil pengarang Indonesia, saya kembali rindu untuk membaca buku-buku dari pengarang lokal. Dan untungnya, setelah sebelumnya dipertemukan dengan keluarga Cakra (Sabtu Bersama Bapak), saya kembali bertemu dengan tokoh-tokoh yang tepat, yang terus dan terus berhasil membuat saya tak henti jatuh hati pada mereka, itulah Dilan dan Milea.
Beberapa teman menanyakan 'tentang apa sih buku ini?'. Ini merupakan pertanyaan yang sama yang sempat saya pikirkan sebelum kemudian saya membelinya.
Apa yang diceritakan buku ini sebenarnya sederhana, ini tentang Milea, seorang gadis remaja yang baru saja pindah ke Kota Bandung setelah sebelumnya lama menetap di Jakarta. Milea pindah bersama keluarganya, mengikuti sang ayah yang dipindah tugaskan ke kota kembang tersebut. Selain mendapatkan rumah baru, Milea tentunya juga mendapatkan sekolah baru. Milea menjadi siswa di sebuah SMA negeri di daerah Buah Batu, yang tak jauh dari rumahnya.
Lalu kisah ini mengalir dengan begitu alaminya, seperti kehidupan harian biasa. Dituliskan melalui sudut pandang orang pertama, yaitu Milea sebagai tokoh utamanya yang diceritakan juga seolah sebagai penulis buku Dilan ini. Gaya penulisannya seolah-olah Milea sedang menyampaikan ceritanya langsung kepada pembaca, mengenai dirinya, kehidupannya, mengenai Dilan... Dilannya Milea.
Milea merupakan murid baru di sekolahnya, ia sudah memiliki beberapa orang teman dekat di kelasnya berada. Suatu pagi, saat Milea sedang berjalan sendiri menuju sekolahnya, sebuah motor CB Gelatik menghampiri Milea. Pengendara motor itu sengaja melambankan laju motor agar bisa berjalan sejajar dengan Milea. Milea berusaha acuh karena berpikir itu hanyalah orang iseng yang akan menggodanya. Saat itu Milea belum tahu, bahwa pengemudi motor CG Gelatik itu kemudian akan menjadi salah satu pemeran utama dalam hidupnya, memegang peran besar dalam kehidupannya. Milea belum tahu, itulah dia, Dilannya.
Pagi itu merupakan awal pertama Dilan mendekati Milea. Lalu disusul oleh pendekatan lain yang unik dan tidak biasa. Dilan memang merupakan anak yang cerdas, dan kreatif. Milea yang awalanya sempat risih dan menghindari Dilan karena banyak mendengar kabar bahwa Dilan merupakan anggota geng motor yang nakal, akhirnya menjadi tertarik dan bisa melihat diri Dilan yang sebenarnya. Dilan yang cerdas, yang baik, yang berani, yang kreatif, Dilan yang romantis.
Pagi itu merupakan awal pertama Dilan mendekati Milea. Lalu disusul oleh pendekatan lain yang unik dan tidak biasa. Dilan memang merupakan anak yang cerdas, dan kreatif. Milea yang awalanya sempat risih dan menghindari Dilan karena banyak mendengar kabar bahwa Dilan merupakan anggota geng motor yang nakal, akhirnya menjadi tertarik dan bisa melihat diri Dilan yang sebenarnya. Dilan yang cerdas, yang baik, yang berani, yang kreatif, Dilan yang romantis.
"Bolehkah aku punya pendapat?
Ini tentang dia yang ada di bumi.
Ketika Tuhan menciptakan dirinya.
Kukira Dia ada maksud mau pamer."
Kisah ini terus mengalir dengan begitu manis. Semakin menunjukkan satu persatu sisi Dilan; bahwa ia adalah juara kelas, bahwa ia berani melawan guru yang semena-mena pada muridnya, bahwa ia tak pernah bosan dan selalu menemukan cara untuk menunjukkan betapa Milea penting dan berharga, melalui jalan yang paling sederhana.
Tak heran kemudian Milea jatuh hati pada Dilan, para pembaca pun akan dengan mudah dibuatnya patah hati dan merindu Dilan.
"Jangan rindu. Ini berat. Kau tak akan kuat. Biar aku saja."
Cerita terus berlanjut dengan semakin banyak tokoh di dalmnya. Ada Piyan, Wati, Nandan, Anhar, Beni, lalu Bunda Dilan serta anggota keluarga Dilan yang lain, begitu pula orang tua dan adik Milea. Semua tokoh memiliki peran dan maknanya masing-masing yang akan turut mengarahkan kisah percintaan sederhana nanepic ini. Sungguh, waktu-waktu yang saya habiskan untuk membaca buku Dilan merupakan salah satu waktu-waktu paling menyenangkan di akhir minggu saya kemarin.
Terlepas dari apakah tokoh-tokoh dalam novel ini nyata atau tidak, saya tidak mau terlalu perduli. Saya pribadi justru mengharapkan cerita ini cukup menjadi fiksi saja, tidak benar-benar ada. Karena terkadang imajinasi jauh lebih menyenangkan dan romantis dibandingkan saat mengetahui bahwa Dilan, dan Milea, yang berhasil membuat saya jatuh hati pada kisah mereka ini, benar adanya. Bagi saya, lebih menyenangkan jika mereka hanya tokoh fiksi, agar imajinasi saya bisa lebih liar melanjutkan alur cerita yang telah Pidi Baiq rangkai dengan begitu indahnya. Namun jika memang ternyata ini adalah kisah nyata dan semua tokoh benar ada, maka saya memilih untuk tidak mengetahuinya, agar kisah ini tetap hangat dan berjalan sesuai dengan imajinasi romantis saya mengenai Dilan, dan Milea.
Siapa yang tidak ingin menjadi Milea, atau lebih tepatnya, siapa yang tidak ingin menjadi Milea bagi Dilan nya...Kisah sederhana khas remaja mengenai percintaan Dilan dan Milea ini sangat berbeda dengan Teenlit, jauh... jauh berbeda. Meskipun tema utamannya mengenai hubungan Dilan dan Milea, namun Pidi Baiq dengan begitu cerdasnya membuat tiap kalimat yang ada dalam buku ini begitu 'gemuk', begitu sarat akan makna mengenai berbagai aspek dalam kehidupan manusia. Seperti mengenai pendidikan, kehidupan sosial, dan terutama mengenai pola asuh orang tua, serta fluktuasi kehidupan remaja. Bacaan ini jadi seperti makanan ringan yang penuh gizi. Sungguh sayang rasanya setelah selesai membaca buku ini, karena jadi kehilangan satu penggelitik hati yang berhasil membuat saya selalu tersenyum sepanjang membaca buku ini, dari awal, hingga ke halaman terakhir.
"Cinta itu indah. Jika bagimu tidak, mungkin karena salah pilih pasangan." - Pidi Baiq
Comments
Post a Comment